Penulis : Muhamad Zyan Hutra Farizi

Sumber gambar : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fkomnasdikkediri.or.id%2Fartificial-intelligence-ai-untuk-mendukung-pembelajaran%2F&psig=AOvVaw2bs8QPGqUJ1Pdx_qCKBvIN&ust=1683988784103000&source=images&cd=vfe&ved=0CBEQjRxqFwoTCPigqpyB8P4CFQAAAAAdAAAAABAE
Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menjadi kata kunci yang menjadi perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun terakhir. Teknologi AI ini memiliki potensi untuk mengubah hampir setiap aspek kehidupan kita, mulai dari kesehatan dan pendidikan hingga transportasi dan hiburan. Namun, terlepas dari banyak manfaatnya, ada kekhawatiran yang berkembang bahwa AI juga dapat menggantikan pekerja manusia, memperburuk ketidaksetaraan yang ada, dan bahkan menimbulkan ancaman eksistensial terhadap kemanusiaan.
Diskusi dan juga perdebatan tentang keberadaan AI ini semakin mendapatkan tempat dalam satu bulan terakhir, terutama karena munculnya AI yang bernama ChatGPT. Aplikasi chatbot ini bisa menjawab begitu banyak pertanyaan dengan cepat dan dengan tingkat akurasi dan kualitas yang bisa jadi lebih baik dari manusia. Walaupun banyak pihak yang menanggapinya secara positif, tetapi ada juga sebagian yang lain skeptis dan khawatir bahwa ChatGPT bisa disalahgunakan sebagian orang untuk berbuat tidak jujur. Beberapa kampus di Australia, misalnya, mengumumkan bahwa mereka akan kembali menggunakan ujian paper based untuk menghindari kemungkinan mahasiswa berlaku curang dalam ujian dengan menggunakan ChatGPT yang pintar itu.
Untuk memahami sepenuhnya potensi AI, penting untuk terlebih dahulu memahami apa itu dan bagaimana cara kerjanya. Intinya, AI mengacu pada mesin yang mampu melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti mengenali ucapan, memahami bahasa alami, membuat keputusan, dan bahkan menciptakan karya seni. Mesin ini belajar dari data, menggunakan algoritma dan model statistik untuk mengidentifikasi pola dan membuat prediksi. Seiring waktu, mereka menjadi semakin akurat dan efisien, memungkinkan mereka untuk melakukan tugas-tugas yang tidak mungkin dilakukan manusia sendiri.
Salah satu bidang AI yang paling menjanjikan adalah di bidang pendidikan. Dengan munculnya platform pembelajaran online dan meningkatnya permintaan untuk pendidikan yang dipersonalisasi (personalized learning), AI berpotensi merevolusi cara kita belajar. Di Indonesia, di mana akses ke pendidikan berkualitas seringkali terbatas, alat yang didukung AI dapat membantu menjembatani kesenjangan tersebut, memberikan siswa pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi masing-masing.
Salah satu contoh alat pembelajaran berbasis AI adalah pembelajaran adaptif (adaptive learning). Teknologi ini menggunakan analitik data dan algoritma pembelajaran mesin untuk mempersonalisasi pengalaman belajar setiap siswa. Dengan menganalisis data tentang pola dan preferensi belajar siswa, platform pembelajaran adaptif dapat merekomendasikan konten dan aktivitas yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini tidak hanya membantu siswa belajar lebih efektif, tetapi juga membantu guru mengidentifikasi area di mana siswa kesulitan dan memberikan dukungan yang ditargetkan.
Aplikasi AI lain yang menjanjikan dalam pendidikan adalah dalam pembelajaran bahasa. Dengan jutaan orang di seluruh dunia yang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, alat pembelajaran bahasa yang didukung AI dapat membantu mempercepat proses pembelajaran dan menjadikannya lebih menarik. Misalnya, chatbot yang menggunakan pemrosesan bahasa alami (NLP) dapat memberikan siswa praktik percakapan dan umpan balik, sekaligus mengidentifikasi area yang perlu mereka tingkatkan.
Namun, meski potensi AI dalam pendidikan sangat besar, ada juga kekhawatiran tentang dampaknya terhadap profesi guru. Beberapa orang khawatir bahwa alat bertenaga AI dapat menggantikan guru manusia sama sekali, yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan penurunan kualitas pendidikan. Yang lain khawatir bahwa algoritme yang digunakan dalam AI dapat melanggengkan bias dan ketidaksetaraan yang ada, terutama jika algoritme tersebut tidak dirancang dengan mempertimbangkan keragaman dan inklusi.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi kita untuk mentransformasi pembelajaran, terutama untuk mengadopsi pendekatan baru yang mengkombinasikan keberadaan AI dan guru manusia. Alih-alih memandang AI sebagai pengganti guru manusia, kita harus melihatnya sebagai pelengkap. Alat bertenaga AI dapat membantu guru memberikan instruksi yang lebih personal dan efektif, sekaligus meluangkan waktu untuk aktivitas yang lebih kreatif dan menarik yang memerlukan interaksi manusia.
Pada saat yang sama, sangat penting bahwa AI dirancang dengan mempertimbangkan etika dan inklusivitas. Ini berarti memastikan bahwa algoritme tidak bias terhadap kelompok tertentu, dan algoritme tersebut transparan dan akuntabel. Ini juga berarti memprioritaskan peran guru manusia dalam proses pembelajaran dan memastikan bahwa mereka menerima pelatihan dan dukungan yang mereka perlukan untuk mengintegrasikan AI ke dalam praktik pengajaran mereka.
Di Indonesia, sudah ada contoh alat pendidikan bertenaga AI yang digunakan dengan sangat efektif. Misalnya, Ruangguru, sebuah platform pembelajaran online, menggunakan AI untuk memberikan pengalaman belajar yang dipersonalisasi bagi siswa di seluruh negeri. Sementara itu, program Beasiswa Bakat Digital pemerintah melatih siswa dalam AI dan teknologi baru lainnya, membantu mempersiapkan mereka untuk pekerjaan di masa depan.