Nama Penulis : Ines Heidiani Ikasari, S. Si., M. Kom, Dosen Teknik Informatika Universitas Pamulang
Kita hidup dalam era di mana teknologi tidak lagi hanya mendukung kehidupan, tapi mendefinisikannya. Inovasi seolah berlari tak kenal lelah, meninggalkan manusia di belakang— terkagum – kagum, tetapi tak sepenuhnya siap. Dunia menjadi semakin cepat, semakin cerdas, namun juga semakin bising dan penuh distraksi. Di tengah hiruk – pikuk ini, satu hal yang tampak semakin langka adalah kesadaran: kesadaran tentang bagaimana teknologi seharusnya berfungsi dalam hidup kita, bukan sekadar memikat atau mendominasi.
Kita terlalu cepat terpesona pada efisiensi dan kenyamanan. Ketika aplikasi mempersingkat waktu, ketika algoritma membantu membuat keputusan, kita menyambutnya tanpa ragu. Tapi dalam kecepatan itu, kita perlahan kehilangan ruang untuk merenung. Kita mengizinkan sistem otomatis menggantikan penilaian pribadi. Kita menyerahkan empati pada chatbot, dan mengukur kebahagiaan lewat angka – angka di layar.
Ironisnya, semua ini dianggap sebagai kemajuan. Kita mengajarkan anak – anak coding sejak dini, tapi lupa memperkenalkan mereka pada nilai-nilai dasar tentang makna menjadi manusia. Kita mendorong digitalisasi pendidikan, tetapi tidak mempersiapkan mereka menghadapi dunia yang semakin tidak nyata. Kita bangga dengan kecerdasan buatan, padahal sering kali kita sendiri enggan berpikir lebih dalam.
Teknologi tidak keliru, yang bermasalah adalah ketika manusia berhenti menanyakan arah. Ketika segala sesuatu yang bisa dilakukan otomatis, kita tergoda untuk menyerahkan tanggung jawab. Ketika segalanya bisa dipantau dan dianalisis, kita mulai melupakan bahwa tidak semua hal dalam hidup harus terukur.
Jika kesadaran terus tertinggal, kita akan menyambut masa depan yang penuh perangkat, tapi kosong dari perenungan. Dunia akan makin efisien, namun juga makin kehilangan makna. Kita tidak butuh jeda karena lambat, melainkan karena dalam jeda, kita bisa memahami kembali apa arti kemajuan.
Sudah waktunya kita mengejar kesadaran yang tertinggal, bukan untuk memperlambat inovasi, tetapi untuk memastikan bahwa arah yang kita tempuh masih selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab tanpa itu, teknologi hanyalah keajaiban yang berjalan tanpa jiwa.
FOTO Penulis :
