
Oleh: Saprudin, Universitas Pamulang
Pengambilan keputusan merupakan aktivitas fundamental dalam organisasi maupun kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya, keputusan dapat didasarkan pada dua pendekatan utama: penilaian objektif dan subjektif. Keduanya sering dipandang bertentangan, padahal dalam banyak situasi justru saling melengkapi.
Penilaian objektif berlandaskan pada data yang terukur, bukti empiris, serta indikator yang dapat diverifikasi. Keunggulan pendekatan ini terletak pada konsistensi dan akuntabilitasnya. Dalam konteks profesional maupun akademik, objektivitas menjadi standar agar keputusan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Namun, tidak semua aspek dapat direduksi menjadi angka atau data. Pada banyak kasus, pengalaman, intuisi, nilai-nilai sosial, dan pemahaman terhadap konteks justru menjadi komponen penting. Di sinilah penilaian subjektif berperan. Subjektivitas yang digunakan secara tepat dapat memberikan perspektif yang tidak tertangkap oleh data kuantitatif, terutama dalam menilai perilaku manusia, potensi, serta kondisi yang bersifat kualitatif.
Penggabungan kedua pendekatan tersebut menjadi tantangan sekaligus kebutuhan. Keputusan yang hanya berlandaskan objektivitas berisiko mengabaikan aspek kemanusiaan, sedangkan keputusan yang terlalu subjektif rentan terhadap bias. Oleh karena itu, titik keseimbangan diperlukan agar keputusan menjadi lebih komprehensif, adil, dan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan data sebagai dasar objektif sekaligus mempertimbangkan intuisi dan pengalaman sebagai faktor subjektif yang terukur, kita dapat menghadirkan proses pengambilan keputusan yang lebih matang. Pendekatan ini tidak hanya relevan di lingkup organisasi dan pendidikan, tetapi juga penting dalam menghadapi dinamika era digital yang semakin kompleks.