Penulis : Petricia Oktavia

Pilihan metode pengambilan keputusan multi-kriteria untuk pengangkatan tenaga pendidik harus mempertimbangkan transparansi, keadilan, dan kemudahan implementasi. MOORA (Multi-Objective Optimization on the basis of Ratio Analysis) menonjol karena mekanisme normalisasinya yang sederhana dan kemampuan mengurutkan alternatif secara langsung berdasarkan skor gabungan. Dalam konteks rekrutmen pendidik, MOORA memudahkan panitia untuk melihat ranking calon berdasarkan bobot kriteria—misalnya kompetensi pedagogik, kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, dan hasil wawancara—tanpa harus melakukan transformasi preferensi yang kompleks. Kelebihan praktisnya adalah kecepatan komputasi dan interpretasi yang relatif mudah bagi pemangku kepentingan non-teknis di institusi pendidikan.

Di sisi lain, MAUT (Multi-Attribute Utility Theory) menawarkan kerangka yang lebih formal untuk memodelkan preferensi pengambil keputusan melalui fungsi utilitas. MAUT memberi fleksibilitas tinggi ketika preferensi bukan hanya linier atau ketika ada kriteria yang memiliki ambang batas atau tingkat kepuasan non-linear (mis. nilai minimal sertifikasi yang harus dipenuhi). Untuk pengangkatan tenaga pendidik, MAUT mampu menampung hubungan preferensi yang halus—misalnya menilai bahwa kenaikan pengalaman dari 0→5 tahun memiliki nilai yang jauh berbeda dibandingkan 10→15 tahun—dan dapat menggabungkan risk attitude atau ekspektasi institusi terhadap konsistensi kinerja pengajar. Namun, kelemahan MAUT adalah kebutuhan akan elicitation fungsi utilitas yang sering kali memerlukan waktu, keahlian, dan konsensus panel ahli agar hasilnya valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dari segi sensitivitias dan robustitas keputusan, keduanya punya trade-off. MOORA cenderung stabil ketika bobot kriteria relatif akurat dan data terukur, tetapi dapat terpengaruh apabila kriteria memiliki skala sangat berbeda atau ada outlier; normalisasi dapat membantu, namun interpretasi perubahan kecil di skor gabungan kadang membingungkan tim. MAUT, karena mengekspresikan preferensi lewat fungsi utilitas, memungkinkan analisis sensitivitas yang lebih mendalam terhadap perubahan preferensi pengambil keputusan—namun analisis ini memerlukan usaha lebih dan bisa menimbulkan perdebatan tentang pemilihan bentuk fungsi utilitas itu sendiri. Dalam praktik rekrutmen pendidik, jika panitia ingin hasil ranking cepat dan komunikatif, MOORA seringkali lebih cocok; bila keputusan memerlukan justifikasi normatif dan pemodelan preferensi kompleks (mis. prioritas pada kualitas pengajaran jangka panjang), MAUT lebih layak dipertimbangkan.

Pertimbangan etika dan operasional juga penting: data yang digunakan (nilai, portofolio, hasil wawancara) harus valid, bebas bias, dan diproses secara konsisten. Metode apa pun yang dipilih harus dilengkapi dokumentasi bobot kriteria, sumber data, dan prosedur evaluasi agar bisa diaudit. Saya merekomendasikan pendekatan hibrida untuk lingkungan pendidikan: gunakan MOORA sebagai langkah penyaringan awal untuk menghasilkan ranking cepat dan transparan, lalu terapkan MAUT pada kumpulan kandidat teratas untuk analisis preferensi mendalam dan validasi keputusan akhir. Langkah ini mengombinasikan efisiensi MOORA dan kedalaman analitis MAUT—serta memberi ruang bagi panel akademik untuk mengekspresikan preferensi non-linear tanpa membebani proses awal.

Sebagai penutup, pemilihan metode sebaiknya tidak dipandang sebagai masalah “mana yang lebih unggul” secara mutlak, melainkan “mana yang paling sesuai” dengan tujuan rekrutmen, sumber daya, dan kebutuhan transparansi institusi. Untuk implementasi di Universitas atau sekolah, saya sarankan: (1) definisikan kriteria dan bobot bersama pemangku kepentingan; (2) uji kedua metode pada data historis untuk melihat konsistensi hasil; (3) lakukan analisis sensitivitas; dan (4) dokumentasikan keputusan agar dapat dipertanggungjawabkan. Dengan pendekatan seperti ini, kombinasi MOORA dan MAUT bisa menjadi alat rekomendasi yang kuat untuk memastikan pengangkatan tenaga pendidik yang adil, berkualitas, dan selaras dengan visi institusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *