Nama Penulis : Asya NurFaddillah, Mahasiswa Teknik informatika Universitas Pamulang
Kecerdasan buatan bukanlah hal baru dalam pendidikan modern. Dalam beberapa tahun terakhir, di bidang pendidikan, kecerdasan buatan terbukti mampu membuka informasi pendidikan dan membantu pendidik mendukung siswa dalam pendidikannya. Istilah kecerdasan buatan pertama kali diciptakan oleh John McCarthy pada tahun 1956 ketika ia menyelenggarakan konferensi ilmiah pertama tentang masalah ini. Tetapi perjalanan untuk mengetahui apakah sebuah mobil benar-benar dapat berpikir
dimulai jauh lebih awal. Dalam bukunya “As We Think” (1945), Vannevar Bush mengusulkan sebuah sistem yang memperkuat pengetahuan dan pemahaman masyarakat. Apa yang disebut Generasi-Z, atau era digital native, lahir antara tahun 1996 dan 2009, ketika teknologi tersedia dalam kehidupan kita (Rastati, 2018). Z-layer disebut sebagai digital native dalam hal kemampuan dan kesiapan penggunaan peralatan teknologi. Tapscott (2013) berpendapat bahwa masyarakat adat digital dapat menggunakan teknologi secara alami seperti bernafas. Mereka melakukan banyak hal dengan bantuan teknologi, seperti tugas sekolah, jejaring sosial, bermain game, dan mencari informasi di Internet. Pengamatan awal oleh peneliti menunjukkan bahwa 96,1 persen dari 203 siswa berusia 13-15 tahun di provinsi Badung Bali siap dan mau menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut konsep kemampuan belajar abad 21, teknologi memainkan peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar (Henriksen, Mishra, & Fisser, 2016). Ini adalah tantangan bagi guru hari ini. Guru harus mampu menjawab tantangan tersebut dengan memahami dan menyediakan materi pembelajaran berbasis
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa generasi z. Kecerdasan
buatan juga banyak digunakan dalam pendidikan di beberapa negara di dunia. Penggunaan kecerdasan buatan dalam pendidikan meliputi: (Johnson, Alyssa, 2019; Schoer, Alyssa, 2018; TeachThought Staff, 2018):
- Membantu manajemen :
- Membantu pengelolaan manajemen sekolah sehingga lebih lancar dan cepat.
- Membantu sebagai informan di sekolah, bila ada yang minta bantuan atau mencari informassi yang diperlukan;
- Membanatu koreksi ujian dan tes, sehingga para dosen dan guru diringankan;
- Membantu untuk menjadi tutor bagi siswa dan mahasiswa dengan program yang disesuaikan dengan kebutuhan, kesenangan, dan kesulitan siswa dan mahasiswa, dengan feedback langsung seperti beberapa program:
- Nuance, di Burlington,, MA. Membantu siswa belajar Bahasa, terutama siswa yang sulit menulis dan pengenalan katanya kurang. Dapat mentrasnkirp 160 kata per menit.
- Knewton, di NY. Program belajar teknologi bagi mahasiswa. Program yang digunakan ALTA, membantu mahasiswa dengan tugas yang sesuai dengan apa yang harus diuasai.
- Cognii di Boston MA. Program AI untul SMA dan PT. membantu mahasiswa berpikir kritis, memberikan feedback, dan tutorial sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
- Blippar, di London. Mengabungkan kompetensi AI dengan kenyataan sehari-hari untuk membantu siswa dan mahasiswa belajar di kelas. Model belajar interaktif dalam bidang biologi, fisika sampai antariksa. Misalnya, dari paa membaca tentang letusasn gunung, program menyajikan 3D tentang model erupsi yang sungguh.
Dari sudut pandang filosofis, dapat dikatakan bahwa kecerdasan buatan terlibat dalam “ilmu budaya” [karena tidak dapat sepenuhnya direduksi menjadi “ilmu alam” atau ilmu matematika dan teori). Tapi itu tidak boleh direduksi menjadi “ilmu sosial dan budaya.” Lebih tepatnya, ini mengacu pada apa yang disebut Heinrich Rickert (1921) sebagai “domain perantara”. Disiplin menengah meliputi ilmu-ilmu teoritis simultan, seperti logika formal, matematika, dan ilmu alam empiris (natural empiris sciences) dan ilmu budaya empiris (cultural empiris sciences). Implikasi praktis dari filosofi semacam itu ada dua: mereka memengaruhi metode penerapan kecerdasan buatan dan objeknya. Sebagai sebuah metode, kecerdasan buatan merupakan bagian dari “ilmu sosial budaya” dan harus menggunakan logika “ilmu sosial budaya” untuk memperluas cakupan pendekatannya. Ilmu sosial budaya adalah ilmu empiris yang menghasilkan pengetahuan dari pengamatan spesies tertentu. Namun, ilmu ini tidak mengabstraksikan pengetahuan dari hal-hal tertentu. Informasi dikumpulkan dan dipahami dari kasus individu dan kemudian penyebab umum diperoleh. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini tidak bertujuan untuk mengungkap ciri-ciri tertentu, tetapi mempelajari kasus-kasus paradigmatik dan menjelaskan penyebab dari kasus-kasus independen tersebut menurut penelitian yang berlaku umum (Ganascia, 2010).
Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Jaringan Syaraf Tiruan keluar dari penelitian kecerdasan buatan, terutama percobaan untuk menirukan fault-tolerence dan kemampuan untuk belajar dari system syaraf biologi dengan model struktur low-level dari otak. Otak terdiri dari sekitar (10.000.000.000) sel syaraf yang saling berhubungan. Sel syaraf mempunyai cabang struktur input (dendrites), sebuah inti sel dan percabangan struktur output (axon). Axon dari sebuah sel terhubung dengan dendrites yang lain melalui sebuah synapse. Ketika sebuah sel syaraf aktif, kemudian menimbulkan suatu signal electrochemical pada axon. Signal ini melewati synapses menuju ke sel syaraf yang lain. Sebuah sel syaraf lain akan mendapatkan signal jika memenuhi batasan tertentu yang sering disebut dengan nilai ambang atau (threshold). Dan pada proses bisnis yang menjadi titik berat berada pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama mewujudkan tujuan bisnis. Setiap proses bisnis diberlakukan oleh satu organisasi, tetapi dapat berinteraksi dengan proses bisnis yang dilakukan oleh organisasi lain. Di lain pihak manajemen proses bisnis tidak hanya mencakup representasi proses bisnis, tetapi juga aktivitas tambahan. Titik berat dari manajemen proses bisnis adalah representasi eksplisit dari proses bisnis dengan aktivitas mereka dan kendala eksekusi di antara mereka. Setelah proses bisnis didefinisikan, mereka dapat dikenakan analisis, peningkatan, dan pemberlakuan. Manajemen proses bisnis didasarkan pada pengamatan bahwa setiap produk yang disediakan perusahaan kepada pasar adalah hasil dari sejumlah kegiatan yang dilakukan. Proses bisnis adalah instrumen kunci untuk mengatur kegiatan ini dan untuk meningkatkan pemahaman tentang keterkaitan mereka.
Dalam proses sosialisasi, perkembangan teknologi informasi dirasakan di masyarakat, dan kemudahan dari teknologi yang diusulkan memberikan banyak keuntungan kepada konsumen seperti smartphone (smartphone) dan penjualan otomatis (Hsu, Lin, Shiue, & Sun, 2019). stasiun kereta api, perbankan dan keuangan (Taufiq, Meyliana, Hidayanto, & Prabowo, 2018), robot untuk menggantikan tenaga manusia di pabrik kecil atau perusahaan manufaktur besar, dan contoh di atas adalah sedikit tentang bagaimana teknologi dapat mengurangi risiko manusia terhadap pekerja. bagian dari. . Intensitas kerja pekerja mengurangi efisiensi dan efektifitas kerja akibat kelelahan, terutama dalam pelayanan produk akhir atau produk akhir, atau di bidang jasa, yang menuntut kinerja pekerja selalu dalam kondisi terbaik.

Gambar 1. Kecerdasan buatan
Sumber Gambar : https://external-
content.duckduckgo.com/iu/?u=https%3A%2F%2Ftse1.mm.bing.net%2Fth%3Fid%3DOIP.p4ZCA SrVFZlz2bUYExRHmgAAAA%26pid%3DApi&f=1
Refrensi Tulisan :
Herbert Siregar, W. S. (2020). ISU PROSES BISNIS BERBASIS ARTIFICIAL INTELLIGENCE UNTUK MENYOSONG ERA INDUSTRI 4.0 . Jurnal Bisnis STRATEGI , Vol. 29 No. 2 .
I Made Gede Sunarya, I. A. (2014). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATAKULIAHPENGANTAR KECERDASAN BUATAN BAHASAN JARINGAN SYARAF TIRUAN . SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II.
Ni Luh Putu Ning Septyarini Putri Astawa, P. T. (2020). Media Pembelajaran dengan Kecerdasan Buatan dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Generasi-Z . Jurnal Sains Sosio Humaniora, Volume 4 Nomor 2 .
Pabubung, M. R. (2021). Epistemologi Kecerdasan Buatan (AI) dan Pentingnya Ilmu Etika dalam Pendidikan Interdisipliner . Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 4 No 2 .
Paul Suparno, S. (2019). MENYIKAPI PENGGUNAAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI, KECERDASAN
BUATAN) DALAM PENDIDIKAN FISIKA . Jurusan Pendidikan Fisika di UNY.
V.H. Valentino, A. A. (2021). PENYULUHAN KECERDASAN BUATAN (AI) PADA KEHIDUPAN KITA KEPADA WARGA VILLA CASABLANCA DEPOK . Jurnal PKM: Pengabdian kepada Masyarakat , Vol. 04 No. 04.
*) Penulis yang bertanggung jawab atas semua penulisan ini