Nama Penulis : Raihan Hari Dwiguna , Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Pamulang

Kecerdasan Buatan (AI) adalah istilah umum yang mengacu pada teknologi yang mampu membuat mesin menjadi “cerdas”. Jika sebelumnya mesin hanya “benda mati” yang pasif menerima perintah dari pengguna sekarang mesin bisa diberi “otak” untuk berpikir bahkan mengambil keputusan. Mesin (komputer) sebetulnya hanyalah perangkat bodoh yang hanya bisa menjalankan perintah dalam sistem bilangan biner – sistem bilangan sederhana terdiri dari angka 0 (representasi tegangan 0 volt) dan 1 (representasi tegangan 5 volt).
Meskipun begitu komputer mempunyai sifat penurut dan menjalankan perintah dengan cepat. Kelebihan inilah yang coba dimanfaaatkan dan dieksplorasi oleh manusia untuk membantu menyelesaikan pekerjaan dan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari Organisasi berinvestasi dalam penelitian dan aplikasi AI untuk mengotomatisasi, meningkatkan, atau mereplikasi kecerdasan manusia – analisis dan pengambilan keputusan manusia – dan profesi audit internal harus siap untuk berpartisipasi penuh dalam inisiatif organisasi dalam menerapkan AI.
Audit internal mahir dalam mengevaluasi dan memahami risiko dan peluang terkait kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan memanfaatkan kemampuan ini, audit internal dapat membantu organisasi dalam mengevaluasi, memahami, dan mengkomunikasikan sejauh mana AI memberi dampak (negatif atau positif) pada kemampuan organisasi untuk menciptakan nilai dalam jangka pendek, menengah, atau panjang. Audit internal dapat melakukan setidaknya lima aktivitas penting yang terkait dengan kecerdasan buatan:
1. untuk seluruh organisasi, audit internal harus memasukkan AI dalam penilaian resikonya dan mempertimbangkan apakah akan menyertakan AI dalam rencana audit berbasis risikonya.
2. bagi organisasi yang sedang mengeksplorasi AI, audit internal harus dilibatkan secara aktif dalam proyek AI sejak awal, untuk dapat memberikan saran dan masukan yang berkontribusi terhadap keberhasilan implementasi. Namun, untuk menghindari persepsi atau penurunan actual terhadap independensi dan objektivitas, audit internal seharusnya tidak memiliki, atau bertanggung jawab atas pelaksanaan proses, kebijakan, atau prosedur AI.
3. untuk organisasi yang telah menerapkan beberapa aspek AI, baik dalam operasinya (seperti pabrikan yang menggunakan robot pada kegiatan produksi) atau digabungkan ke dalam produk atau layanan (seperti retailer yang menyesuaikan penawaran produk kepada pelanggan berdasarkan riwayat pembelian), audit internal harus memberikan keyakinan (assurance) terhadap pengelolaan resiko terkait dengan keandalan algoritma dan data yang dipergunakan.
4. audit internal harus memastikan isu moral dan etika yang mungkin ada di sekitar penggunaan AI telah dipertimbangkan dan dinilai.
5. seperti penggunaan system lainnya, struktur tata kelola (governance) yang baik perlu dibentuk dan audit internal dapat memberikan assurance mengenai governance tersebut.
Profesi audit internal tidak boleh tertinggal dalam apa yang mungkin menjadi kemajuan digital berikutnya, yaitu Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan). Untuk mempersiapkan diri, auditor internal harus memahami dasar-dasar AI, peran yang harus dilakukan oleh audit internal, dan resiko serta peluang AI. Untuk memenuhi tantangan ini, auditor internal harus melakukan metode yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola organisasi yang berkaitan dengan AI. (*)
Note : Penulis bertanggung jawab atas semua isi tulisannya